Brain Aneurysm: pembunuh senyap tanpa peringatan

Sebagai orang yang awam yang sama sekali tidak mengerti dunia medis, bercita-cita menjadi dokter atau tenaga medis, atau bahkan peduli terhadap kesehatan badan sendiri, tentu membuat pengetahuan saya dalam bidang ini bisa dikatakan nihil. Dan mungkin seperti kebanyakan orang, kalau ditanya mengenai penyakit yang berhubungan dengan otak, saya pasti akan menyebut tumor otak, kanker, darah tinggi, atau stroke sebagai daftar penyakit yang terlintas dalam pikiran saya. namun tentu saja pasti masih banyak lagi penyakit yang menyerang organ paling vital bagi manusia ini yaitu otak.

Pada suatu momen dalam hidup saya saya pun berkenalan dengan penyakit yang dapat di kategorikan langka ini, hanya 8-10 kasus diantara 150.000 orang, penyakit ini disebut Brain Aneurysm atau anurisma otak. Sebetulnya Aneurysm sendiri merupakan penyakit yang dapat terjadi berbagai tempat di tubuh–bukan hanya otak, karena pada dasarnya Aneurysm  adalah penyakit yang disebabkan karena terjadinya penggelembungan pembuluh darah (lebih banyak kasus pada arteri dibandingkan vena) akibat melemahnya dinding pembuluh darah. penyebab pasti dari terjadinya pelemahan dinding pembuluh darah pun hingga saat ini belum diketahui secara pasti oleh para ahli, namun penelitian sepakat bahwa pelemahan dinding pembuluh darah ini juga mendapatkan pengaruh dari faktor keturunan.

Kalau boleh kita perhatikan, wujud penyakit ini “hanya” berupa gelembung yang muncul di salah satu pembuluh darah kita, berukuran 7mm atau lebih, kira-kira sebesar biji kacang hijau jika kita ingin memberi perbandingan. Brain Aneurysm pun tidak seperti kanker yang ganas, yang dapat menyebar dan menyerang organ lain, gelembung tadi hanya berdiam diri di satu tempat, dan tidak beranjak ke tempat lain membentuk gelembung-gelembung lain atau menularkan kepada orang lain. jadi bisa dikatakan Aneurysm tidak bersifat agresif.

operasi yang dilakukan secara cepat dan tepat, sebelum gelembung itu pecah (ruptured) tentunya akan sangat membantu penderita, karena sepenuhnya penderita penyakit ini dapat selamat dan hidup sehat kembali dalam keadaan normal, tidak seperti penyakit stroke yang memiliki resiko gangguan syaraf, mulai dari gangguan motorik hingga gangguan memori. Bahkan ketika gelembung itu terus membesar karena hukum laplace dan kemudian pecah  (prinsip mekanika fluida yang berlaku pada pembuluh darah ketika tekanan darah terus membuat besar gelembung, seperti halnya kita meniup balon–tiupan pertama akan sangat sulit, namun ketika balon sudah cukup besar kita tidak perlu membuat tiupan yang sekuat tiupan pertama) penderita Aneurysm secara statistik memiliki peluang selamat sebanyak 60%. Jadi bisa dikatakan, menurut perhitungan, penyakit ini walaupun termasuk penyakit langka dan jelas mematikan mungkin bukan termasuk penyakit yang benar-benar mematikan, karena kita masih memiliki peluang 60% untuk selamat. Angka 60% menurut saya merupakan sebuah peluang yang sangat besar, dimana kalau kita bayangkan dalam situasi gawat darurat, peluang 1% pun bisa menjadi sebuah harapan yang menentukan antara kehidupan dan kematian.

//commons.wikimedia.org/wiki/File:Aneurysms.webm?embedplayer=yes

 

yah mungkin kita bisa bernapas lega untuk sementara ketika kita mengetahui bahwa penyakit ini tidak seseram predikatnya, namun ada satu hal penting yang harus menjadi catatan untuk kita waspadai, bahwa penyakit ini tidak memberikan gejala, dan gejala seperti sakit kepala yang sangat parah, kejang, kelemahan pada otot dan koma, baru akan muncul menjelang pecahnya gelembung pada pembuluh darah. Bisa dikatakan jika gelembung ini pecah, maka kita hanya punya waktu kurang dari 30 menit untuk memberikan penanganan darurat kepada penderita dan juga melakukan operasi, karena pecahnya gelembung akan menimbulkan Subarachnoid Hemmorhage (SAH) atau pendarahan pada bagian subarachnoid–mudahnya ruang-ruang kosong di sekitar otak, sehingga apabila mengalami SAH penderita akan seketika koma dan 15% dari penderita Aneurysm meninggal dalam perjalanan serta tidak sempat mendapatkan perawatan di rumah sakit karena hal ini.

1316_Meningeal_LayersN.jpg

Dari hal tersebut sebuah pertanyaan pun timbul dalam benak saya, kalau memang tidak bisa diketahui gejalanya, bagaimana bisa kita mendeteksinya? untuk pertanyaan itu, kita dapat melakukan tes Magnetic Resonance Imaging (MRI) ataupun computed Tomography (CT) scan, dua jenis tes yang tentunya akan sangat jarang dilakukan pada pemeriksaan kesehatan pada umumnya. oleh karena itu dari kebanyakan kasus, penderita penyakit ini terlambat diselamatkan karena tidak dilakukannya pendeteksian dini. serupa dengan yang terjadi pada papa saya.

Saya mengenal penyakit ini karena papa saya dulu juga menderita penyakit yang sama. Sebagai gambaran, bagi seorang dokter bedah otak dan tim yang melakukan operasi, kasus Aneurysm merupakan kasus yang sulit dan penuh tekanan untuk ditangani. Berbeda dari kasus penanganan tumor, dimana saat tumor yang ditemukan tidak bisa diangkat, sayatan dari hasil pembedahan masih bisa kembali ditutup dan operasi masih dapat ditunda, sedangkan dalam kasus Aneurysm, begitu pasien sudah dibedah maka operasi harus diselesaikan saat itu juga.

Tingkat kesulitan operasi pun juga dirasakan ketika dokter dihadapkan dengan permasalahan mengenai lokasi gelembung, jika gelembung tidak ditemukan pada lokasi yang diduga maka dokter tidak bisa mundur, atau sekalipun gelembung berhasil ditemukan, dokter juga harus menentukan metode yang tepat untuk melenyapkannya untuk meminimalisir kemungkinan kerusakan yang terjadi pada jaringan, namun tidak selamanya dokter mampu menangani gelembung yang telah ditemukan karena berada pada lokasi yang sulit, pecahnya gelembung secara prematur atau hal lainnya.

Proses mencari gelembung bisa memakan waktu hingga 8 jam,  setelahnya tim dokter juga harus dapat segera menemukan metode yang tepat untuk segera melenyapkan gelembung diantara jaringan otak yang penuh dengan syaraf. Salah menerapkan metode atau salah menjalankan prosedur akan berakibat gagalnya operasi, belum lagi dalam kasus pengoperasian gelembung yang belum pecah, dapat mengalami kemungkinan 10% premature rupture atau gelembung yang pecah secara prematur ketika tim dokter belum siap.

Biasanya dokter akan melenyapkan gelembung Aneurysm dengan cara menjepit (clipping)

PE-AneurRuptured_Figure2

clipping

atau dengan cara menyumbat (coiling) sehingga aliran darah tidak akan masuk ke wilayah gelembung

coiling

coiling

dan seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, sekali Aneurysm berhasil ditangani oleh tim dokter, pasien akan selamat seumur hidupnya. karena ketika pasien dioperasi dan gelembung tidak pecah, tingkat kesuksesan operasi sebesar 99,9%. jika terjadi pendarahan ketika dilakukan operasi, tingkat kesuksesan operasi sebesar 75%, dan jika pasien datang dalam keadaan koma, tingkat kesuksesan operasi 50%.

Namun pada saat itu sepertinya papa saya mendapatkan kasus yang cukup langka dari penyakit langka ini, menurut tim dokter pada saat itu gelembung Aneurysm papa saya berada pada bagian batang otak. Dalam bidang kedokteran khususnya bidang pembedahan, batang otak merupakan pusat fungsi otak yang menjadi bagian terpenting dalam hidup manusia. Berdasarkan cerita dari mama, di tahun 2000 tidak ada tim dokter yang bisa melakukan operasi pada batang otak, dan dalam sejarahnya belum ada pengoperasian batang otak yang dilakukan di Indonesia dan berhasil. Papa saya pun tidak berhasil diselamatkan dari penyakitnya, membuat hal tersebut menjadi momen kehilangan yang paling besar dalam hidup saya.

Setelah mengalami kejadian tersebut 18 tahun yang lalu, terkadang saya masih suka berandai-andai, kalau saja kejadian itu dapat ditunda 1 tahun saja, mungkin akan menghasilkan sesuatu yang berbeda. Karena pada tahun berikutnya ada seorang dokter bedah yang melakukan sebuah keajaiban, ia berhasil melakukan operasi bedah pada batang otak pertama di Asia, dialah dokter Eka Julianto Wahjoepramono.

Saya mengenal sosoknya dari sebuah buku yang ditulis oleh Pak Handi Kurniawan seorang atasan dari kakak saya. Walaupun saya tidak mengenal dokter Eka secara personal, namun melalui penuturan pak Handi, saya menjadi tertarik untuk mencari tahu tentang penyakit yang dulu pernah di derita oleh papa saya dan mulai iseng untuk melakukan riset kecil-kecilan tentang penyakit ini dan seperti apa wujudnya. Walaupun tentu tidak bisa mengembalikan papa saya dari kematian, namun kisah dokter Eka yang membuka pembelajaran baru di dunia neurosurgeon yang ada di Indonesia memberikan harapan kepada saya akan perkembangan dunia kedokteran nanti di masa depan. semoga kejadian seperti yang dialami papa saya karena ketidakmampuan keahlian dokter di Indonesia dapat tertangani dengan baik nantinya dengan majunya keahlian para dokter-dokter muda Indonesia nantinya.

 

referensi
Kurniawan, Handi. 2017. Inspiration From The Brain Master. Jakarta: Penerbit Buku Kompas
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra052760
https://www.mayfieldclinic.com/PE-AneurRupt.htm
https://www.healthline.com/health/brain-aneurysm-repair#treatments
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150727202447-255-68476/cerita-dokter-pembedah-batang-otak-pertama-di-indonesia
http://www.mediaindonesia.com/news/read/31881/ahli-bedah-saraf-yang-diakui-dunia/2016-03-03
https://www.bafound.org/about-brain-aneurysms/brain-aneurysm-basics/brain-aneurysm-statistics-and-facts/
https://www.hopkinsmedicine.org/healthlibrary/conditions/nervous_system_disorders/cerebral_aneurysm_85,P08772

 

 

 

 

Leave a comment